Quo Vadis Media Penyiaran Indonesia

Rabu, 15 Agustus 20120 komentar

Quo Vadis Media Penyiaran Indonesia
Oleh : Saifudin*

Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar tidak luput dengan berbagai perubahan yang menyertainya. Tuntutan zaman yang dari hari ke hari semakin mencekik tak pelak membuat para pemimpin bangsa kita memutar otak, menyusun strategi untuk dapat mengatasinya. Sebagai Negara yang berlandaskan hukum, Indonesia memiliki berbagai macam Undang-undang yang begitu komplek. Mengatur setiap segi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 sebagai salah satu produk hukum Indonesia telah mengatur dunia penyiaran Indonesia sedemikian rupa. Merujuk kepada isi UU Penyiaran tersebut, dijelaskan bahwa istilah penyiaran muncul dari sebuah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Lantas, seperti apa media Penyiaran Indonesia saat ini pasca terlahirnya UU penyiaran Nomor 32 tahun 2002 tersebut ? Terkadang pertanyaan ini sering muncul sebagai respon terhadap media penyiaran kita. Selama hamper satu dasawarsa UU ini telah menjadi pijakan masyarakat Indonesia dalam bermedia penyiaran. Tak pelak, banyak respon yang muncul dari masyarakat secara luas.

Menelaah lebih jauh mengenai Azaz, Tujuan, Fungsi dan Arah penyiaran Indonesia yang termaktub dalam pasal 5 UU Peyiaran Nomor 32 tahun 2002, jelas sekali terlihat bahwa media penyiaran Indonesia dewasa ini telah jauh dari konsepsi yang telah disahkan.

Fakta di lapangan menunjukkan, dari sekitar 10 stasiun swasta nasional sekarang hamper semua stasiun televise tersbut dimiliki para pemodal besar. Tidak jarang pula yang dimiliki oleh para pelaku perpolitikan di negeri ini. Sungguh ironi melihat kenyataan ini. Tidak hanya sampai disitu bahkan kini media penyiaran khususnya televisi telah menjadi alat propaganda politik bagi para pemiliknya. Tidak tanggung-tanggung dalam sehari satu televise swasta nasional bisa menanyangkan iklan pencitraan politik puluhan kali.

Saat ini, masyarakat Indonesia di ajak bingung oleh pemberitaan media. Disaat masyarakat Indonesia sedang butuh sosok figure pemimpin bangsa, masyarakat justru disuguhi pertarungan para penggede negeri ini dengan iklan-iklannya yang ditayangkan di televise. Sepertinya para politikus kita kurang memiliki batasan maupun koridor bagaimana membuat pencitraan kepada masyarakat secara lebih manusiawi. Banyak diantara mereka justru saling mnjelekkan satu sama lainnya. Kalau sudah begini, masyarakat Indonesia berada di posisi dilemma menetukan pemimpin bangsa. Harus kepada siapa lagi bangsa ini akan tertuju, jika para tokoh elit politik keadaannya seperti sekarang ini ?

Media penyiaran yang sebenarnya menjadi alat control social serta alat control pemerintahan, kini nasibnya justru menjadi tunggangan elit politik serta para pemilik modal besar. Sangat disayangkan sebenarnya melihta kondisi yang seperti ini.

*Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forkomnas KPI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger