Oleh : Saifudin*
Indonesia sebagai sebuah
bangsa yang besar tidak luput dengan berbagai perubahan yang menyertainya.
Tuntutan zaman yang dari hari ke hari semakin mencekik tak pelak membuat para
pemimpin bangsa kita memutar otak, menyusun strategi untuk dapat mengatasinya.
Sebagai Negara yang berlandaskan hukum, Indonesia memiliki berbagai macam
Undang-undang yang begitu komplek. Mengatur setiap segi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Undang-undang
Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 sebagai salah satu produk hukum Indonesia telah
mengatur dunia penyiaran Indonesia sedemikian rupa. Merujuk kepada isi UU
Penyiaran tersebut, dijelaskan bahwa istilah penyiaran muncul dari sebuah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran
dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan
menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media
lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat
dengan perangkat penerima siaran.
Lantas, seperti apa media
Penyiaran Indonesia saat ini pasca terlahirnya UU penyiaran Nomor 32 tahun 2002
tersebut ? Terkadang pertanyaan ini sering muncul sebagai respon terhadap media
penyiaran kita. Selama hamper satu dasawarsa UU ini telah menjadi pijakan
masyarakat Indonesia dalam bermedia penyiaran. Tak pelak, banyak respon yang
muncul dari masyarakat secara luas.
Menelaah lebih jauh mengenai
Azaz, Tujuan, Fungsi dan Arah penyiaran Indonesia yang termaktub dalam pasal 5
UU Peyiaran Nomor 32 tahun 2002, jelas sekali terlihat bahwa media penyiaran
Indonesia dewasa ini telah jauh dari konsepsi yang telah disahkan.
Fakta di lapangan menunjukkan,
dari sekitar 10 stasiun swasta nasional sekarang hamper semua stasiun televise
tersbut dimiliki para pemodal besar. Tidak jarang pula yang dimiliki oleh para
pelaku perpolitikan di negeri ini. Sungguh ironi melihat kenyataan ini. Tidak
hanya sampai disitu bahkan kini media penyiaran khususnya televisi telah
menjadi alat propaganda politik bagi para pemiliknya. Tidak tanggung-tanggung
dalam sehari satu televise swasta nasional bisa menanyangkan iklan pencitraan
politik puluhan kali.
Saat ini, masyarakat Indonesia
di ajak bingung oleh pemberitaan media. Disaat masyarakat Indonesia sedang
butuh sosok figure pemimpin bangsa, masyarakat justru disuguhi pertarungan para
penggede negeri ini dengan iklan-iklannya yang ditayangkan di televise. Sepertinya
para politikus kita kurang memiliki batasan maupun koridor bagaimana membuat
pencitraan kepada masyarakat secara lebih manusiawi. Banyak diantara mereka
justru saling mnjelekkan satu sama lainnya. Kalau sudah begini, masyarakat
Indonesia berada di posisi dilemma menetukan pemimpin bangsa. Harus kepada
siapa lagi bangsa ini akan tertuju, jika para tokoh elit politik keadaannya
seperti sekarang ini ?
Media penyiaran yang
sebenarnya menjadi alat control social serta alat control pemerintahan, kini
nasibnya justru menjadi tunggangan elit politik serta para pemilik modal besar.
Sangat disayangkan sebenarnya melihta kondisi yang seperti ini.
*Mahasiswa Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
Semarang
Posting Komentar