Perempuan Dalam Kutukan Dirinya

Sabtu, 25 Agustus 20120 komentar


Perempuan Dalam  Kutukan Dirinya

Kenallah dirimu sebelum orang lain mengenalmu. Setidaknya itu tidak lebih menyakitkan. Sadarilah dirimu, sebelum seseorang menyadarkanmu. Itu lebih baik, sebelum kamu mengutuk dirimu sendiri. (Dira)


Oleh: Aning Lacya

Dira menggigit bibirnya sendiri. Matanya nanar. Setidaknya ia bisa melihatnya sendiri di depan cermin. Ia melihat pula dengan jelas, kulitnya mulai membiru. Pucat tak berseri. Dira melihatnya sendiri di cermin, sosok di depannya itu sama sekali bukan Dira yang diinginkannya. Ia masih melihat bibirnya tergigit olehnya sendiri. Usianya menginjak 25 tahun, tapi berapa bibir yang sudah menempel padanya. Berapa laki-laki dan berapa perempuan. Ya, ia juga merasakan ciuman dari beberapa perempuan.
Matanya nanar, ia melihatnya. Berkaca-kaca, memantulkan bayangan kedua setelah cermin. Ia lemah, seolah tak berdaya menatap matanya sendiri di cermin. Ada sebuah kutukan mengarah padanya. “Kamu bukan Dira yang kukenal,” katanya.
Sejurus kemudian, Dira yang lain berbisik, “Ini Dira, inilah sebenarnya Dira. Orang lain saja yang belum mengenal siapa Dira.” Entah Dira mana yang dianggapnya benar. Ada yang mengutuk, ada yang membela. Mereka silih berganti membisik hati Dira.
Apa benar Dira memang sepertiini? Apa benar Dira memang seorang pecinta sejenis? Benarkah? Kenyataannya demikian. Tapi dulu ia pernah mencintai laki-laki, bahkan menjalin hubungan dengannya. Benarkah Dira memang gadis abnormal? Kalau bukan, lalu siapa gadis yang selama ini bersamanya? Yang selama ini menjalin hubungan dengannya seperti seorang kekasih? Siapa?  “Aku ini Dira siapa?” tiba-tiba katanya keluar. Meluncur mengutuk. Mempertanyakan dirinya sendiri. Meragukan beberapa bisikan yang menuju padanya.
Tiba-tiba kemudian ia menyalahkan lelaki yang ditemuinya tadi. Laki-laki itu mengatakan, Dira sekarang memang tidak normal. Ia seorang lesbi. Benarkah? Kata-kata itu benar-benar membuat matanya melotot dan jantungnya berdegub lebih dari biasanya. Sesak. Menyakitkan. Atau hanya dia saja yang baru menyadari keberadaan dirinya? Ia baru menyadari, bahwa yang demikian adalah lesbi? Entahlah. Yang jelas, kata-kata laki-laki itu membuat otaknya membeku.
***
Dira kembali menggigit bibirnya sendiri. Merasakan nyeri mendadak di bagian pergelangan tangannya. “Ash sial,” pekiknya. Ia berharap pingsan daripada harus merasakan perihnya hasil sayatannya. Darah mengalir ke berbagai sisi tangannya, dan Dira masih memegang tangannya, menggigit bibirnya, dan mengutuk dalam hati. Tapi ia tidak menyesal melakukannya. Setidaknya ini lebih baik daripada memikirkan laki-laki itu. Otaknya kembali beku bila ia mengingat laki-laki itu. Dan perlahan matanya tertutup. Rapat. Sampai tak bisa bangun.
Tiba-tiba ia merasai ketenangan. Ketenangan yang amat sangat. Menjalari seluruh jiwanya. Mungkin ini disebut dengan kedamaian, pikirnya. Dira tak sadar, otaknya benar-benar dalam kebekuan. Beku berfikir, beku merasa. Lagi-lagi karena kata-kata laki-laki itu.
Ketenangan itu mendadak hilang. Tertinggal rasa nyeri yang tak tertahan. Ia membuka mata dan tersadar dari pingsannya. Dira bangun, tangannya masih bersimbah darah. Mengalir terus, tak berbeku, tak seperti otaknya. Bibirnya hampir berdarah, giginya terlalu tajam menggigit, dan hal itu tentu membuatnya semakin sakit. Lagi-lagi karena otaknya mengarah pada laki-laki itu.
Tok-tok-tok. Dira memutar kepala. “Ash sial”. Ia baru menyadari, aliran darah itu sudah sampai di celah lantai bawah pintu. “Dira, buka pintunya, apa kau baik-baik saja?” terdengar suara perempuan dari balik pintu. “Dira, buka pintunya, atau aku dobrak sekarang.” Katanya lebih berteriak.
Tak bisa menghindar lagi. Dira menyerah. Ia bangun dan membuka pintunya. Seorang dibalik pintu segera mendekapnya. Memegang tangan Dira, dan “Astaga! Apa yang kau lakukan sayang?” tanyanya. Dira terdiam. Tanpa banyak tanya lagi, perempuan itu segera membawa Dira ke rumah sakit. Luka sayatan itu masih membuat rasa nyeri luar biasa, sama seperti nyeri di dadanya, jauh di dalam.
***
“Dira, apa kamu baik-baik saja?” Tanya Mayang memegang tangannya. Mereka tengah berada di salah satu ruangan Rumah Sakit. Dira terdiam. Hanya bola matanya meliuk-liuk. Menelisik mata Mayang di depannya. “Oh ya Tuhan, inikah perempuan itu? Perempuan yang sangat kusayang? Bahkan melebihi laki-laki.” Bisiknya dalam hati.

“Mayang.” Panggilnya pelan.
“Iya?” balas Mayang memperlihatkan mata haru.
“Menurutmu, apa kita baik-baik saja? Maksudku kita memiliki hubungan yang baik-baik saja?”
“Tentu saja Dira. Memangnya kenapa?”
“Apa kita masih normal?” tanyanya lagi.
“Normal?” Mayang mengalihkan matanya. Melepas tangannya dan memandangi atap langit ruangan itu. Ada ruang hampa. Kehampaan yang tidak bisa ia jawab sendiri.
“Mayang? Apa kita masih normal” tanya Dira sekali lagi.
Mayang tak membuka mulutnya. Ia hanya memegang tangan Dira. Meremas. Bahkan menciumnya. Dira terdiam.
Dira kini melihat ketulusan. Dari mana lagi bisikan itu terdengar. Atau barangkali dari liukan mata Mayang. Mata ketidaksanggupan berpisah. Mata ketidaksanggupan kehilangan. Dan mata ketidaksanggupan menjawab pertanyaannya.
Mayang menarik nafas panjang, dan mulai membuka mulutnya. “Kita memang tidak normal.” Kata Mayang pelan. “Tapi kita baik-baik saja. Buktinya kita baik-baik saja kan?” Mayang semakin erat menggenggam tangan Dira.
Kembali Dira mengutuk. Mengutuk apa saja yang ia lihat. Termasuk Mayang. Ternyata selain laki-laki itu, Mayang juga mengetahuinya. Mendadak, Mayang seolah berubah menjadi monster di matanya.
Kini, Dira yang mengalihkan pandangan dan melepas tangannya dari Mayang. Ia tak sanggup melihat perempuan itu. Kalimatnya barusan membuat otaknya makin beku. Beku sebebeku-bekunya. Barangkali, setelah di rumah, ia akan kembali mengutuk dirinya di depan cermin. Marah, dan akan memukul-mukul seorang dibalik bayangan cermin itu. Iya, itu bukan Dira. Pikirnya.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forkomnas KPI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger