Oleh
NIZAR FAHMI
Indonesia
tanah air beta
Pusaka
abadi nan jaya
Indonesia
sejak dulu kala
Selalu
dipuja-puja bangsa
Ini
negeriku, negeriku seribu pulau yang sangat bersahaja dengan penghuninya,
negeri yang selalu terbuka untuk orang asing yang ingin berwisata atau bahkan ingin
mengeksploitasi sekali pun. Negeri ini mempunyai bentangan alam yang indah
dengan ratusan gunung berdiri tegak dari ufuk timur hingga ufuk barat, udaranya
sejuk segar saat dihirup. Negeri ini dikelilingi oleh lautan yang membiru
dengan milyaran ikan di dalamnya. Para nelayan hidup sangat makmur di sini, tak
ada kelaparan yang menampakkan dirinya jika kita berkeliling di desa nelayan,
semuanya hidup makmur.
Saat
aku berjalan melewati sebuah dusun di tengah-tengah daratan, aku melihat
jembatan yang hancur, sebagian dari jembatan itu hanyut terbawa arus air yang
sangat deras sore itu. Aku bingung memikirkan bagaimana warga desa ini
melakukan aktifitas mereka padahal jembatan penghubung satu-satunya ini rusak.
Aku bertanya pada seorang lelaki kurus berpakaian mecing yang sejak tadi
berdiri di sampingku, “Pak, bagaimana caranya ya kalau mau menyeberang ke
sana?”, ujarku, lelaki itu menjawab, “Mudah saja nak, kita akan menunggu hingga
jembatan ini benar kembali”. Kulihat wajah lelaki itu, wajahnya sangat innocent,
aku tak mengerti apa yang dipikirkannya hingga ia berkata seperti itu. aku
diam. Tiba-tiba ia kembali bersuara, “Kita akan menunggu hingga pemerintah
membetulkan jembatan ini, dan kita akan duduk di sini menunggu mereka”. Pikirku
orang ini sudah gila dengan mengatakan hal yang seperti itu, yang aku tahu
pemerintahan negeri ini sudah sejak lama mati hanya jasadnya saja yang nampak
jelas padahal ruhnya telah dicabut oleh malaikat maut.
Rasa
heran membuatku kembali bertanya pada lelaki itu. “Bagaimana mungkin bapak mau
menunggu pemerintah membetulkan jembatan ini? Bukankah pemerintah kita sudah
lama mati pak?”, aku duduk di samping lelaki itu, mungkin saja ia akan
mengeluarkan kata-kata bijak.
“Apa!!!
Kamu mengatakan kalau pemerintah negeri kita sudah mati? Kamu benar-benar
kurang ajar nak, pemerintah kita tidak mati, mereka hanya sedang berwisata ke
akhirat”, lelaki itu menunjukkan wajah sangarnya yang hitam, matanya membesar,
warna wajahnya merah seperti sedang menahan amarah.
“i..i..iya
pak”, aku sedikit ketakutan mendengar ungkapannya yang membentak. “Maksud bapak
wisata ke akhirat itu apa?”, aku memberanikan diri untuk bertanya kembali
padanya dengan segala risiko yang sudah kubayangkan tentunya, seperti ditampar
atau mungkin saja dilempar ke sungai.
“pemerintah
kita sedang berwisata ke akhirat, mereka sedang melihat-lihat orang yang
disiksa karena dosa-dosa mereka, di antara orang-orang itu ada yang dibakar,
disiram menggunakan air yang sangat panas suhunya, bahkan ada yang ditusuk
matanya nak. Yang bapak maksud mereka berwisata ke akhirat adalah agar mereka
mengambil pelajaran dari sana bahwa KORUPSI dan LALAI DALAM MENGEMBAN AMAMAH
adalah dosa, karena merugikan seluruh komponen masyarakat negeri ini, sehingga
nanti saat mereka kembali dari wisatanya, mereka akan menjadi lebih baik saat
melaksanakan tugas kenegaraan mereka, dan negeri kita akan menjadi negeri yang
makmur, amin”. Lelaki itu pergi begitu saja setelah menjelaskan panjang lebar
padaku tentang “wisata ke akhirat itu”. aku melongo saja, menatap kedepan
dengan tatapan kosong.
“Ternyata
apa yang dikatakan lelaki itu ada benarnya juga. Neraka memang tempat
penyiksaan orang-orang yang berdosa dan surge adalah tempat bagi orang yang
taat kepada Tuhan. Ah, semoga saja negeri ini akan menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang…Amin..”, gumamku seraya pergi meninggalkan jembatan yang rusak
itu.
Penulis
adalah mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati, Semester
III
Posting Komentar