MENAWAR ARUS KONSUMERISME LEBARAN

Jumat, 31 Agustus 20121komentar

MENAWAR ARUS KONSUMERISME LEBARAN
Oleh : Saifudin ELF*

Idul fitri merupakan hari raya umat Islam. Hari raya ini merupakan sebuah karunia yang diberikan Allah kepada umat muslim yang telah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Banyak cara yang dilakukan umat Islam untuk menyambutnya.

Gegap gempita serta suka cita umat muslin tumpah saat mendekati perayaan hari raya Idul Fitri. Salah satu cerminannya bisa kita lihat dengan prosesi mudik para perantau kembali ke kampung halaman. Dengan segala macam persiapan para perantau berbondong-bondong mudik untuk merayakan Idul Fitri di kampung halaman.

Namun yang paling mencengangkan adalah adanya budaya baru ketika mendekati Idul Fitri selain budaya mudik. Apakah itu? Yah benar sekalai, yaitu adanya budaya konsumen atau belanja berlebih. Bagi sebagain orang moment Idul Fitri adalah moment yang pas buat membelanjakan hasil keringatnya. Karena pada moment kali inilah seseorang yang merantau di luar kota diukur kesuksesannya oleh orang yang menetap di kampung halaman.

Wajar saja, bila selanjutnya banyak masyarakat yang terbius dengan arus konsumerisme hari raya. Bukan hanya itu saja, bahkan orang yang tidak merantau sekalipun ikut terbawa arus konsumerisme tersebut. Setelah hampir satu bulan penuh bersusah payah, berjuang untuk menahan lapar, dahaga dan hawa nafsu dalam ritual ibadah puasa. Menjadikan moment Idul Fitri sebagai moment untuk balas dendam katanya.

Banyak masyarakat yang memenfaatkan moment Idul Fitri untuk membeli segala macam kebutuhan pribadi maupun kebutuhan keluarga dengan tanpa mempedulikan pundi-pundi keuangan yang dimiliki. Akibatnya, setelah moment hari raya Idul Fitri banyak dintara kita yang defisit keuangan. Sungguh mencengangkan memang, melihat fenomena seperti ini.

Banyak toko busana muslim laris manis diserbu pembeli, banyak toko bahan kebutuhan rumah tangga diserbu pembeli mendekati lebaran. Para pedagang seolah-olah diterjang banjir belanja masayarakat. Selain itu, banyak juga para pedagang yang memanfaatkan moment Idul Fitri untuk cuci gudang, menawarkan berbagai macam barang dengan harga miring berbeda dengan hari biasanya.

Mendapatkan untung yang sebanayak-banyaknya mungkin menjadi salah satu factor munculnya harga miring oleh para pedagang. Jika sudah banyak pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan harga miring masayarakat seolah terbius untuk memborong segala barang yang ditawarkan, walaupun barang yang ditawarkan  tidak dibutuhkan dalam waktu dekat.

Dalam moment seperti inilah masyarakat diuji keimanannya dalam hal berbelanja. Jika keadaan sudah sedemikian rupa, factor yang utama ada pada diri masyarakat itu sendiri. Apakah akan terpengaruh dengan pasar yang sedemikian kejamnya? Ataukah masyarakat akan merespon keadaan pasar dengan cara yang bijak? Entahlah !!!

Kiranya masyarakat perlu menawar kembali, naluri belanja dadakan mendekati hari raya Idul Fitri dan pasca hari raya. Perlu adanya manajemen keuangan yang jitu, guna mensiasati arus konsumerisme yang melanda sebagian besar masyarakat kita.

Terakhir dalam tulisan saya ini, sekali lagi perlu adanya sikap irit dalam penggunaan pendapatan jika tidak mau defisit. Perlu adanya menajemen keuangan terutama dalam moment sebelum dan pasca hari raya Idul Fitri. Rencanakan segala macam kebutuhan yang sesuai dengan budget yang dimiliki.


*pemerhati budaya dan anggota organisasi pergerakan mahasiswa IAIN Walisongo Semarang

Share this article :

+ komentar + 1 komentar

19 Januari 2013 pukul 03.02

tulisannya bagus mas, hehehe

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forkomnas KPI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger