“Untuk sebuah nama”
Oleh Wawan Sopiyan
“untuk sebuah nama”. Begitulah, setiap aku
tulis sajak-sajakku tentangmu “maryam”. Aku tak tau sejak kapan aku jatuh cinta
padamu, dari sudut mana aku melihatmu begitu indah. Dan mengapa juga kau
mencintaiku. Kau adalah pelangi setelah hari ini hujan begitu lebat dan langit
begitu hitam, kau adalah mawar merah yang pagi tadi merekah dari kuncupmu.
Tidakkah kau terlalu indah untukku?
Setiap waktu, pagi buta yang membangunkanku.
berhias embun-embun yang menjadi cermin waktu pada mentari yang akan mengusirnya.
Aku rindu, pada senyum sabitmu saat pertemuan itu, pertemuan yang tak pernah ku
lupa hingga kini. Kau ingat? Saat itu kau tersenyum padaku hingga aku merasa
heran, “oh… kau manis sekali” fikirku.
Atau siang yang membuatku lelah, ingin rasanya
aku sandarkan lelah letih ini dibahumu. Bercerita tentang rutinitasku hari ini,
mengungkapkan hal-hal yang membuat aku kesal, atau mendengarkanmu membacakan
sajak-sajak cinta yang kutulis semalam. Atau mungkin senja yang slama ini
membuat aku jatuh cinta pada pelangi, meski terkadang ia tertutup awan.
Hari ini, aku menulis sajak tentang senja
untukmu. Aku harap kau akan senang membacakannya untukku atau suatu hari nanti
akan kulihat sajak-sajakku kau tempel di dinding kamarmu. Seperti dipenghujung
purnama kemarin, aku bersembunyi dibalik wajahmu itu. Menulis sajak-sajak lagi,
merenung lagi, menyusun cerita-cerita untuk hari esok untuk pertemuan denganmu.
Sebentar lagi senja akan tenggelam terseret
malam yang memaksanya untuk berganti gelap. tak ada lagi hangat mentari, tak
ada lagi awan berwarna orange itu, atau siluet jingga di ufuk barat kota ini.
Jangan takut sayang! Biarkanlah, karena bersama malamlah kita akan berjumpa
dengan pemanggil jiwa. Bersama malam juga kita akan merasakan indahnya
sujud-sujud lail kita, sebagai refreshing untuk ruh yang senantiasa resah
dirundung gelisah. Dan karena malam tak selamanya menjadi malam. Bukan begitu?
Detik waktu berganti lagi,
Pagi ini sebelum berangkat kerja, seperti
biasa aku sapa dirimu dengan beberapa pesan-pesan pendekku. “selamat pagi
sayang, semoga hangat mentari menyapamu pagi ini. Menjadikanmu sebagai
orang-orang yang senantiasa diberkahiNya. Aku mencintaimu”. Semoga pesan ini
menjadi sebuah tamba untuk rindu yang menggebu, penanda kehadiranku dihatimu.
“selamat beraktivitas sayang, jaga kesehatan ya…”. Aku kirim satu pesan lagi
untukmu.
Sayang tahukah kau?
Betapa aku merasa ketakutan saat kau jauh
dariku. aku takut kau merasa bosan dengan jarak ini, aku takut kau jenuh dengan
pesan-pesanku, aku takut aku tak begitu memperhatikanmu hingga kau merasa sakit
dengan keadaan ini. Maafkan aku sayang, bersabarlah. Takkan selamanya ruang dan
waktu ini memisahkan kita, takkan selamanya kita seperti ini.
***
Aku adalah orang yang senantiasa sakit karena
cinta. Hingga aku putuskan untuk berpaling dan berdiam diri terhadap cinta.
Dalam setiap detik waktuku, aku senantiasa merenung atau sekadar berbicara
sendiri tentang cinta yang menurutku begitu rumit. Karena betapa selama ini
belum aku temukan dalam pencarianku. bahkan aku putuskan untuk berhenti.
Bukanlah sebuah pesimisme atau rasa tidak percaya akan cinta. Namun itulah yang
selama ini aku temukan. Hingga aku katakan “aku tak mengerti cinta”.
Ah!!! Lagi-lagi aku awali pesan-pesanku
untukmu dengan curahan-curahan hatiku. Entahlah, akhir-akhir ini aku senang
sekali bercerita tentang kehidupanku padamu. tentang masa laluku, Tentang
cerita-cerita cintaku, tentang cita-citaku bahkan tentang sisi-sisi pribadiku
yang slama ini aku anggap sebagai privasiku. Padahal slama ini aku sangat
tertutup pada siapapun tentangku.
Kau adalah orang yang baru saja kukenal, belum
terlalu lama. Tapi aku merasa kau begitu dekat. Siapa sebenarnya dirimu? Adakah
kau sosok bidadari yang dikirim tuhan untukku? Kau yang membuat aku mengungkap
isi hatiku yang selama ini penuh dengan segala galau, dengan segala resah
berundung gelisah menyakitkanku.
Aku seorang yang biasa, tak ada yang istimewa
dariku. Dari kehidupanku, dari semua yang ada didiriku. Namun hadirmu nampaknya
membuat aku berubah, sangat berubah. Dari tatapmu hingga perhatianmu aku merasa
begitu teristimewa, merasakan berartinya diriku.
Sejak perkenalanku denganmu hari-hariku seolah
selalu berpelangi, kau seperti memberi semangat baru dalam hidupku. Disetiap
waktuku kau hadir, hingga menyita waktu-waktuku. seolah aku tlah kau tawan oleh
pertemuan pertama itu.
***
Tapi hari ini kau putuskan untuk pergi dari
kehidupanku, pergi tanpa alasan yang meyakinkanku bahwa keputusanmu itu baik
untukku dan untukmu. Kau diam seribu bahasa, hingga membuat aku bingung.
Bingung dengan apa yang harus aku lakukan. bingung dengan diamnya dirimu.
Maka seribu puisi tentangmu itupun tlah ku
hapus.
Tapi senja, mawar merah, pelangi, dan bunga
matahari itu! Ah…! Selalu saja. Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu,
bagaimana mungkin aku bisa lari dari semua yang mengingatkanku tentangmu.
Sedang aku lalui hari-hariku bersama senja, sedang aku begitu mengagumi
pelangi, lukisan terindah itu. Sedang aku juga masih senantiasa bertemu bunga
matahari dipelataran rumahku.
Kau bawa kemana cintamu?
Posting Komentar