“Untuk sebuah nama”

Jumat, 01 Februari 20130 komentar


“Untuk sebuah nama”


 “untuk sebuah nama”. Begitulah, setiap aku tulis sajak-sajakku tentangmu “maryam”. Aku tak tau sejak kapan aku jatuh cinta padamu, dari sudut mana aku melihatmu begitu indah. Dan mengapa juga kau mencintaiku. Kau adalah pelangi setelah hari ini hujan begitu lebat dan langit begitu hitam, kau adalah mawar merah yang pagi tadi merekah dari kuncupmu. Tidakkah kau terlalu indah untukku?



 Setiap waktu, pagi buta yang membangunkanku. berhias embun-embun yang menjadi cermin waktu pada mentari yang akan mengusirnya. Aku rindu, pada senyum sabitmu saat pertemuan itu, pertemuan yang tak pernah ku lupa hingga kini. Kau ingat? Saat itu kau tersenyum padaku hingga aku merasa heran, “oh… kau manis sekali” fikirku.



 Atau siang yang membuatku lelah, ingin rasanya aku sandarkan lelah letih ini dibahumu. Bercerita tentang rutinitasku hari ini, mengungkapkan hal-hal yang membuat aku kesal, atau mendengarkanmu membacakan sajak-sajak cinta yang kutulis semalam. Atau mungkin senja yang slama ini membuat aku jatuh cinta pada pelangi, meski terkadang ia tertutup awan.

 Hari ini, aku menulis sajak tentang senja untukmu. Aku harap kau akan senang membacakannya untukku atau suatu hari nanti akan kulihat sajak-sajakku kau tempel di dinding kamarmu. Seperti dipenghujung purnama kemarin, aku bersembunyi dibalik wajahmu itu. Menulis sajak-sajak lagi, merenung lagi, menyusun cerita-cerita untuk hari esok untuk pertemuan denganmu.



 Sebentar lagi senja akan tenggelam terseret malam yang memaksanya untuk berganti gelap. tak ada lagi hangat mentari, tak ada lagi awan berwarna orange itu, atau siluet jingga di ufuk barat kota ini. Jangan takut sayang! Biarkanlah, karena bersama malamlah kita akan berjumpa dengan pemanggil jiwa. Bersama malam juga kita akan merasakan indahnya sujud-sujud lail kita, sebagai refreshing untuk ruh yang senantiasa resah dirundung gelisah. Dan karena malam tak selamanya menjadi malam. Bukan begitu?



 Detik waktu berganti lagi,

 Pagi ini sebelum berangkat kerja, seperti biasa aku sapa dirimu dengan beberapa pesan-pesan pendekku. “selamat pagi sayang, semoga hangat mentari menyapamu pagi ini. Menjadikanmu sebagai orang-orang yang senantiasa diberkahiNya. Aku mencintaimu”. Semoga pesan ini menjadi sebuah tamba untuk rindu yang menggebu, penanda kehadiranku dihatimu. “selamat beraktivitas sayang, jaga kesehatan ya…”. Aku kirim satu pesan lagi untukmu.



 Sayang tahukah kau?

 Betapa aku merasa ketakutan saat kau jauh dariku. aku takut kau merasa bosan dengan jarak ini, aku takut kau jenuh dengan pesan-pesanku, aku takut aku tak begitu memperhatikanmu hingga kau merasa sakit dengan keadaan ini. Maafkan aku sayang, bersabarlah. Takkan selamanya ruang dan waktu ini memisahkan kita, takkan selamanya kita seperti ini.



 ***



 Aku adalah orang yang senantiasa sakit karena cinta. Hingga aku putuskan untuk berpaling dan berdiam diri terhadap cinta. Dalam setiap detik waktuku, aku senantiasa merenung atau sekadar berbicara sendiri tentang cinta yang menurutku begitu rumit. Karena betapa selama ini belum aku temukan dalam pencarianku. bahkan aku putuskan untuk berhenti. Bukanlah sebuah pesimisme atau rasa tidak percaya akan cinta. Namun itulah yang selama ini aku temukan. Hingga aku katakan “aku tak mengerti cinta”.



 Ah!!! Lagi-lagi aku awali pesan-pesanku untukmu dengan curahan-curahan hatiku. Entahlah, akhir-akhir ini aku senang sekali bercerita tentang kehidupanku padamu. tentang masa laluku, Tentang cerita-cerita cintaku, tentang cita-citaku bahkan tentang sisi-sisi pribadiku yang slama ini aku anggap sebagai privasiku. Padahal slama ini aku sangat tertutup pada siapapun tentangku.



 Kau adalah orang yang baru saja kukenal, belum terlalu lama. Tapi aku merasa kau begitu dekat. Siapa sebenarnya dirimu? Adakah kau sosok bidadari yang dikirim tuhan untukku? Kau yang membuat aku mengungkap isi hatiku yang selama ini penuh dengan segala galau, dengan segala resah berundung gelisah menyakitkanku.

 Aku seorang yang biasa, tak ada yang istimewa dariku. Dari kehidupanku, dari semua yang ada didiriku. Namun hadirmu nampaknya membuat aku berubah, sangat berubah. Dari tatapmu hingga perhatianmu aku merasa begitu teristimewa, merasakan berartinya diriku.



 Sejak perkenalanku denganmu hari-hariku seolah selalu berpelangi, kau seperti memberi semangat baru dalam hidupku. Disetiap waktuku kau hadir, hingga menyita waktu-waktuku. seolah aku tlah kau tawan oleh pertemuan pertama itu.



 ***



 Tapi hari ini kau putuskan untuk pergi dari kehidupanku, pergi tanpa alasan yang meyakinkanku bahwa keputusanmu itu baik untukku dan untukmu. Kau diam seribu bahasa, hingga membuat aku bingung. Bingung dengan apa yang harus aku lakukan. bingung dengan diamnya dirimu.



 Maka seribu puisi tentangmu itupun tlah ku hapus.

 Tapi senja, mawar merah, pelangi, dan bunga matahari itu! Ah…! Selalu saja. Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu, bagaimana mungkin aku bisa lari dari semua yang mengingatkanku tentangmu. Sedang aku lalui hari-hariku bersama senja, sedang aku begitu mengagumi pelangi, lukisan terindah itu. Sedang aku juga masih senantiasa bertemu bunga matahari dipelataran rumahku.

 Kau bawa kemana cintamu?
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forkomnas KPI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger